Monday, October 24, 2016

Mengarahkan Semangat Resolusi Jihad

Sumber foto: news-okezone

Sejarah resolusi jihad


22 Oktober resmi dikukuhkan sebagai Hari Santri Nasional. Peringatan secara besar-besaran banyak dilakukan di pesantren-pesantren di Indonesia. Spanduk ucapan selamat Hari Santri juga dipasang oleh banyak kalangan, mulai dari Pesantren, Partai Politik, hingga Calon Bupati/Walikota.

22 Oktober erat kaitannya dengan Resolusi Jihad KH. M Hasyim Asyari. 22 Oktober 1945 adalah momentum yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan umat muslim pada khususnya. Pada tanggal tersebut ulama dari Jawa dan Madura berkumpul dan merumuskan fatwa monumental yang kemudian dikenal luas dengan sebutan Fatwa Resolusi Jihad

Mendefinisikan musuh utama


"Negara telah mengakui peran santri dalam momentum kemerdekaan. Namun penting untuk dicatat bahwa memperingati Hari Santri tidak boleh berhenti sebatas selebrasi mengingat sejarah bisa membuat kita masuk ke dalam labirin jebakan romantisme historis. Yang harus kita lakukan ke depan adalah berjihad sesuai dengan konteks dan kapasitas kita. Sebab musuh utama kita hari ini yang paling kontemporer adalah kebodohan, kemiskinan, dan narkoba. Di sanalah sesungguhnya ladang jihad kita." 
Demikian yang tertulis dalam Meneladani semangat resolusi jihad yang ditulis oleh A Helmy Faishal Zaini selaku Sekjend PBNU.

Dari kutipan tersebut, saya menyimpulkan bahwa beliau mendefinisikan beberapa musuh utama saat ini. Musuh-musuh tersebut adalah kebohohan, kemiskinan, dan narkoba. Tidak dijelaskan secara rinci mengenai maksud dari ketiga musuh utama tersebut. Akan tetapi berdasarkan pengamatan mengenai kondisi Indonesia saat ini, ketiga musuh tersebut memang layak untuk diperangi dengan semangat jihad. 

Kebodohan masih nampak nyata, contohnya pada banyaknya umat muslim yang dibodohi oleh orang-orang yang mengaku memiliki kemampuan menggandakan uang, mengobati penyakit secara instan, dan lain-lain. Kemiskinan selalu ditekan dengan berbagai program pengentasan kemiskinan, namun kemiskinan tak kunjung hilang dari Indonesia. entah itu karena faktor eksternal sebagai imbas perekonomian global maupun internal yang terkait dengan mentalitas masyarakat dan egoisme dari kalangan menengah ke atas. Pengguna Narkoba dari tahun ke tahun juga terus naik. tahun 2015 dilaporkan pengguna Narkoba di Indonesia mencapai 5,1 Juta orang. Kerugian negara akibat narkoba mencapai 63,1 triliun rupiah. Sehingga bisa dikatakan Indonesia masuk pada kondisi darurat narkoba. 

Menangkal gerakan Radikal


Saya sempat beberapa kali menjumpai arahan jihad kalangan nahdliyin diarahkan untuk memerangi kalangan radikal. Arahan ini mungkin sebagai respon adanya beberapa kejadian terorisme yang pelakunya dituduhkan kepada oknum dari kalangan muslim. Namun arahan ini juga dikhawatirkan menimbulkan konflik dengan kalangan umat muslim lainnya di luar Nahdliyin jika tidak hati-hati dalam mendefinisikan kata 'radikal'. 

Bicara tentang radikalisme, Dr. Alwi Shihab mengatakan, "Kita patut bersyukur karena radikalisme idak bisa tumbuh subur di Indonesia. Semua pihak bersatu menentang tumbuhnya radikalisme. Karena itu kelompok radikal di Indonesia selalu gagal dan tidak bisa hidup nyaman". (sumber:koran-sindo 22 Oktober 2016 hal.5)

Indonesia sebagai negara plural digolongkan sebagai negara dengan peristiwa radikalisme cukup minim di dunia. Bahkan, banyak negara yang mengakui Indonesia sebagai salah satu model negara yang harmonis dalam keanekaragaman masyarakatnya. Radikalisme memang perlu diwaspadai tapi fokus jihad harus tetap diarahkan pada 3 musuh utama yang disampaikan Sekjend PBNU di atas yaitu: Kebodohan, kemiskinan, dan narkoba.


EmoticonEmoticon