Thursday, February 14, 2013

Aktivis parpol bisa jadi lebih mulia dari pada abdi negara bernama PNS



Tidak dapat dipungkiri bahwa pemberitaan tentang anggota parpol yang terlibat kasus-kasus korupsi masih memenuhi layout media cetak dan menjadi perbincangan di media elektronik. Sampai-sampai kitapun jenuh dibuatnya.

Entah disengaja ataupun tidak, seakan-akan pikiran kita digiring untuk tidak lagi mempercayai parpol sebagai pilar demokrasi. Padahal menurut Burhan Muhtadi, belum terbayang bagaimana menjalankan sistem pemerintahan demokrasi tanpa partai politik.

Oknum anggota parpol yang terjerat korupsi tentu tidak bekerja sendiri, mereka seringkali berkolaborasi dengan oknum PNS untuk merampok uang rakyat. Sekali lagi itu hanya ulah sebagian oknum, tidak semua pegiat parpol dan PNS memperkaya diri dengan korupsi.

Dua hari ini saya menjumpai berita tentang transaksi suap CPNS. Jawa Pos menampilkan judul berita di halaman pertama “Transaksi suap CPNS mencapai Rp. 35 T”, dan hari ini Harian Semarang menampilkan “Kursi PNS diperjualbelikan Rp 150 juta”.


Sebagaimana diberitakan di Jawa Pos, Wakil Ketua Tim Reformasi Birokrasi Nasional (T-RBN) Soffan Effendi secara diam-diam menerjunkan tim khusus untuk memantau prekrutan CPNS. Dalam pantauan tersebut ia menemukan bahwa kasus suap atau jual beli kursi CPNS ini terjadi hampir di seluruh instansi pusat dan daerah.

Percaloan atau jual beli kursi CPNS terjadi karena banyaknya masyarakat yang menginginkan tapi kuotanya terbatas. Ditilik dari sosiokultural, masyarakat menilai PNS merupakan profesi untuk mencari uang bukan untuk mengabdi.


Yah, memang miris tapi begitulah realitasnya. Bahkan ada fenomena yang menurut saya ‘lucu’. Lebih tepatnya “lucu tur wagu” . beberapa orang mengadukan oknum PNS yang menjanjikan kursi CPNS asalkan memberikan sejumlah uang. Ternyata begitu uang diserahkan, kursi CPNS masih belum bisa ia dapatkan. Selengkapnya bisa dibaca di sini : http://www.jpnn.com/read/2013/02/14/158372/Guru-Honorer-Ditipu-Calo-PNS- dan jika kurang puas anda bisa menemukan banyak sekali kasus serupa  dengan search keyword “tertipu calo PNS”. Media massa memberitakannya sebagai korban, tapi menurut saya mereka juga pelaku. Orang-orang ini bahkan terang-terangan mengaku menyerahkan sejumlah uang kepada oknum PNS. Jelas sekali kesalahannya.

Sebagaimana kasus-kasus hukum yang lain, kasus yang tidak terungkap ke publik tentu lebih banyak lagi jumlahnya. PNS yang berada di instansi pemerintah saat ini bisa jadi juga menggunakan cara yang sama. Bukan pengabdian untuk negara yang jadi tujuan tapi kekayaan pribadi yang mereka inginkan.
Nah sekarang saya coba paparkan tentang aktivis parpol yang saya katakan bisa jadi lebih mulia dari abdi negara bernama PNS.  Partai politik memerlukan SDM dan dana untuk bekerja menyalurkan aspirasi masyarakat, melakukan pendidikan politik dan fungsi-fungsinya yang lain. Memang ada dana bantuan parpol dari APBN tapi nilainya tak seberapa. Oleh karena itu aktifis yang bergabung di sana juga ditarik iuran anggota. Jika aktifis parpol itu ditempatkan sebagai pejabat publik dan mendapatkan gaji dari negara, maka  sebagian gajinya itu juga dipotong untuk membiayai parpol. Ini baru namanya pengabdian.

Mungkin akan ada yang berkomentar “ah.. mana ada parpol seperti itu?” maka saya bisa pastikan ada karena saya menyaksikan sendiri bagaimana kader-kadernya bekerja dan mengeluarkan dana pribadi. Jika anda masih bersikeras partai seperti ini tidak ada, maka cobalah bergabung jadi aktifis salah satu parpol yang ada di Indonesia. Tak apa loncat dari satu partai ke partai lain untuk mencari kebenaran. Jika masih tidak bisa menemukannya, anda bisa buat parpol sendiri dan merekrut aktifis yang benar-benar tulus mengabdi untuk negara melalui partai politik.  Selamat mencoba.