Friday, March 30, 2012

Sidang Paripurna BBM, siapa lagi yang akan seperti Lily Wahid?

Tags




Menjelang rapat paripurna DPR RI kali ini, tiba-tiba saya teringat dengan Lily Wahid. Adik kandung tokoh nasional sekaligus mantan presiden RI Alm. Abdurrahman Wahid ini mengambil keputusan yang menggemparkan dalam sidang paripurna tahun 2010. Ia memilih untuk berbeda pendapat dengan kebijakan partainya di Fraksi PKB pada sidang paripurna pembahasan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Angket Bank Century.

Dua pilihan materi pengambilan keputusan melalui mekanisme pemungutan suara secara terbuka. Pilihan itu yakni:

A. Alternatif pertama, yaitu opsi A atau opsi C
B. Alternatif kedua, yaitu opsi A atau opsi C atau opsi gabungan A dan C

Adapun mekanisme pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka, Pengambilan keputusan akan dilakukan terhadap alternatif yang memperoleh suara terbanyak. Apakah opsi A atau C, atau alternatif ke-2, opsi A, atau AC,.

Seperti diketahui, Demokrat dengan PKB termasuk dalam kubu pertama yakni pendukung Opsi A. Opsi ini mendukung kebijakan bail out Bank Century meski implementasinya diduga melanggar peraturan perundang-undangan.

Golkar bersama PKS, Gerindra, Hanura, dan PDI Perjuangan, berada di kubu kedua, pendukung Opsi C. Opsi ini menilai kebijakan bail out itu sendiri bermasalah dan implementasinya juga bermasalah.

berikutnya mari kita perhatikan hasi voting pada Sidang Paripurna, Rabu (3/3/2010) malam, sebanyak 325 anggota DPR memilih opsi C. Sementara itu, pemilih Opsi A terdiri dari 212 suara.

Berikut selengkapnya hasil penghitungan suara dalam voting malam ini :
Opsi A – Demokrat : 148 suara – PAN : 39 suara – PKB : 25 suara.
Opsi C – Golkar : 104 suara – PDI Perjuangan : 90 suara – PKS : 56 suara – PPP : 32 suara – PKB : 1 suara – Gerindra : 26 suara – Hanura : 17 suara.

1 suara pendukung opsi C dari Fraksi PKB  itulah Lily Chadidjah Wahid.  Ia mengikuti hati nuraninya yang mengatakan bahwa kasus century yg merugikan negara itu harus diusut sementara 25 anggota Fraksi PKB lainnya tetap mengikuti keputusan Fraksi untuk mendukung opsi A.

Menjelang sidang paripurna DPR RI hari ini, sayapun bertanya2 siapakah anggota DPR RI yang patuh pada suara hatinya dengan menolak penaikkan harga BBM meskipun bertentangan dengan keputusan fraksinya?

Berita terakhir yang saya dapatkan adalah bergabungnya Golkar dalam barisan penolak opsi untuk menaikkan harga BBM. Golkar menyusul PKS yang sebelumnya telah lebih dulu memutuskan untuk berbeda pendapat dengan Setgab Koalisi meskipun ancaman dikeluarkan dari koalisi dan dicabutnya menteri2 PKS santer diberitakan. 

Harapan saya yang mudah2an terjadi adalah : 
1. Semua anggota Fraksi Partai Golkar kompak menolak kenaikan harga BBM, jangan ada abstein  apalagi absen. Karena terus terang saya agak ragu dengan partai ini.
2.muncul lagi orang2 seperti Lily di DPR RI, biar rame...  :)



Tuesday, March 6, 2012

RUU Pemda

Beberapa waktu lalu saya baca twitnya @aryadwipayanaugm, dosen FISIP UGM, beliau bahas ttg RUU Pemda, saya tertarik untuk mencari tahu tentang perkembangan RUU ini.

Dari situsnya kemendagri saya temukan bahwa penyusunan RUU tentang Pemerintahan Daerah didasarkan pada hasil evaluasi implementasi otonomi daerah dan masalah-masalah empirik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Setidaknya terdapat 22 isu strategis yang dirumuskan dalam RUU Pemerintahan Daerah antara lain: (1) pembentukan daerah otonom; (2) pembagian urusan pemerintahan; (3) daerah berciri kepulauan; (4) pemilihan kepala daerah; (5) peran gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah; (6) Muspida; (7) perangkat daerah; (8) kecamatan; (9) aparatur daerah; (10) peraturan daerah; (11) pembangunan daerah; (12) keuangan daerah; (13) pelayanan publik; (14) partisipasi masyarakat; (15) kawasan perkotaan; (16) kawasan khusus; (17) kerjasama antardaerah; (18) desa; (19) pembinaan dan pengawasan; (20) tindakan hukum terhadap aparatur Pemda; (21) inovasi daerah; (22) dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).

Saat ini Kementerian Dalam Negeri telah melakukan penyelarasan pasal-pasal pada batang tubuh RUU berdasarkan hasil konsultasi publik dengan stakeholders terkait. Selain itu juga sedang dilakukan harmonisasi yang difasilitasi oleh Kementerian Hukum dan HAM yang selanjutnya akan disampaikan kepada Sekretariat Negara sebagai dasar dalam penerbitan Amanat Presiden (AMPRES) RUU Pemerintahan Daerah.

Tujuh Poin Penting RUU Pemilihan Kepala Daerah

Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 yang menetapkan bahwa Gubernur, Bupati, Walikota dipilih secara demokratis menjadi dasar penyusunan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam hal ini (pasal 18) tidak ada amanat konstitusi tentang pemilihan wakil kepala daerah. Selain itu, antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi walaupun sama-sama merupakan daerah otonom, kepala pemerintahan untuk provinsi diperankan sebagai “dua role”, yaitu Gubernur sebagai kepala daerah sekaligus Wakil Pemerintah Pusat di wilayah provinsi, sehingga sistem pemilihannya tidak harus sama. Secara garis besar terdapat tujuh poin penting yang akan diatur dalam RUU ini, antara lain: (1) Paket calon kepala daerah; (2) Metoda pemilihan secara demokratis (3) Persyaratan calon khususnya terkait status terdakwa dan status petahana (incumbent); (4) Mekanisme pengesahan calon terpilih; (5) Lembaga peradilan yang menangani sengketa; (6) Kegiatan dan pendanaan kampanye; (7) Pemilihan di daerah yang bersifat istimewa dan otonomi khusus. RUU ini sedang dalam proses harmonisasi yang difasilitasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.

dibawah ini saya kutipkan kultwit dari  @aryadwipayanaugm :

#RUU Pemda. Naskahnya tebal sekali spt membaca kepentingan setiap direktorat di Kemendagri, mulai soal PUM, Satpol PP sampai STPDN

#RUU Pemda. Ada juga kepentingan utk perkuat posisi Presiden. Buka naskah, bab 2, pasal 2 berisi penegasan kekuasaan Presiden dlm otonomi

#RUU Pemda. Acuan yg digunakan adalah pasal 4 UUD. Tapi perancang UU lupa pasal 18 UUD, bhw daerah punya otonomi seluas-luasnya.

#RUU Pemda. Para perancang hanya mikir pasal 4 UUD, tdk baca ps 18 yg tegaskan otonomi seluas-luasnya diberikan Konstitusi bukan Presiden

#RUU Pemda. Naskah pem ajukan 3 jenis kewenangan: absolut, kongkuren dan Pemerintahan umum. Kongkuren dan PUM tdk sesui konsep otonomi luas

#RUU Pemda. Kongkuren dikenal dlm UU 32\2004, tapi tdk jalan krn Kementrian tdk tetapkan norma, standar kreteria. Urusan jg tdk clear cut

#RUU Pemda. Dikenalkan jg urusan pemerintahan umum. Teringat UU 5\74, kepala daerah sbg kepala wilayah. Shrsnya sdh lekat sbg pejaba publik